Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label WOYO NOF

Pawai Obor Idulfitri di Desa Mabapura: Seruan Kemanusiaan dan Kritik Sosial

Penulis: Saiful Siawa fOTO; Pawai obor malam takbiran Mabapura TINTA KAMPUNG.INFO -  Minggu malam, 30 Maret 2025, Desa Mabapura di Kabupaten Halmahera Timur kembali dipenuhi cahaya dan gema takbir. Sekitar 200 obor dinyalakan oleh anak-anak dan pemuda desa dalam tradisi pawai obor menyambut Idulfitri 1446 H. “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillah ilham” bergema menyayat malam, menjadi simbol kemenangan setelah sebulan penuh menjalani ibadah Ramadan. Namun, tahun ini suasana takbiran terasa berbeda. Di antara barisan obor yang menyusuri jalan-jalan desa, terbentang sebuah spanduk sepanjang dua meter bertuliskan: “Hentikan Genosida di Gaza.” Aksi ini bukan sekadar perayaan, tetapi juga bentuk solidaritas terhadap penderitaan rakyat Palestina yang merayakan Idulfitri di bawah bayang-bayang kehancuran. "Rakyat Palestina merayakan lebaran di tengah puing-puing. Ini adalah kezaliman yang nyata dari Netanyahu dan rezim zionis," ujar seorang pemuda Mabapura, dengan nada geram. Sement...

Penjara untuk Rakyat, Karpet Merah untuk Perusahaan

Oleh:  Risandi Latawan Ilustrasi “Ketika pohon terakhir ditebang, Ketika sungai terakhir dikeringkan, Ketika ikan terakhir ditangkap, Barulah manusia sadar bahwa uang tidak bisa dimakan.” __Eric Weiner__ Kutipan di atas menjadi peringatan serius bagi Maluku Utara—hari ini, esok, dan dua dekade ke depan. Di bawah dalih pembangunan dan investasi strategis nasional, Maluku Utara perlahan kehilangan hakikatnya sebagai tanah adat dan wilayah kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai budaya leluhur. Hampir seluruh daratannya telah dijadikan sasaran ekspansi pertambangan. Tanah dijadikan komoditas; manusia dianggap gangguan. Realitas ini menyimpan ironi yang pahit. Di satu sisi, masyarakat adat yang selama turun-temurun menjaga tanah dan hutan sebagai sumber kehidupan justru dikriminalisasi saat mempertahankan haknya. Di sisi lain, perusahaan tambang digelari karpet merah, didukung penuh oleh kekuasaan dan kekuatan bersenjata yang seharusnya netral. Kerusakan ekologis yang ditinggalkan oleh...

Belantara Sangaji

Oleh: M Said Marsaoly Ada pohon pala di sana. Ratusan hektar. Ada gaharu yang harum diam-diam, tumbuh tanpa gembar-gembor di tubuh belantara. Di antara batang-batang yang diam itu, juga ada tulang-belulang yang tidak bersuara. Tulang manusia, situs sejarah. Barangkali se orang tetua yang tak dikenal namanya, tapi barangkali menyimpan kisah yang bisa menjelaskan siapa kita. Namun pohon, tulang, dan aroma sunyi itu tidak masuk dalam peta. Tidak di atas meja para perencana pembangunan. Yang dipetakan adalah nikel, dan logam-logam lainnya yang bercahaya dalam laporan investasi. Kali Sangaji telah keruh. Ia mengalir, tapi tidak lagi membawa kehidupan. Di hulunya, mesin-mesin menggali bumi seperti mencabut urat nadi. Di tepinya, rakyat hanya bisa berdiri: kadang mematung, kadang menjerit, tapi tak terdengar. Di sana, ada nama-nama besar: PT. Position, Weda Bay Nickel, PT. WKM, dan lainnya. Nama-nama yang tidak dikenal anak-anak sekolah dasar, tapi menguasai halaman depan hidup mereka. Ketika...

Halmahera Pascakolonial

Oleh:  M Said Marsaoly Apa itu pascakolonial? Bagi sebagian pembaca, istilah ini mungkin terlalu akademik dan jauh dari pemahaman sehari-hari. Namun sesungguhnya, pascakolonial tak hanya label sejarah setelah penjajahan, melainkan cara melihat bagaimana warisan kolonial masih hidup dalam tubuh negara Merdeka—dalam cara berpikir, cara mengelola kekuasaan, hingga cara memperlakukan rakyatnya sendiri. Melalui pendekatan pascakolonial, tulisan sederhana ini berupaya membaca geliat industri ekstraktif di Pulau Halmahera yang tak meluluh soal ekonomi atau pembangunan, melainkan sebagai kelanjutan dari pola penjajahan yang kini menjelma dalam wajah baru: tambang, investasi, dan janji kesejahteraan. Di balik jargon “hilirisasi”, “ekonomi hijau”, dan “kebangkitan industri nasional”, bentang alam Halmahera—dari pesisirnya yang rapuh, pulau-pulau kecil seperti Gei, Pakal, Mabuli, Gebe hingga sungai-sungai purba sebut saja Kali Sangaji dan Sagea yang menyimpan kisah leluhur—mengalami kerusakan...

Peta yang Menyesatkan

Oleh: M Said Marsaoly "𝐾𝑖𝑡𝑎 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑏𝑒𝑟ℎ𝑒𝑛𝑡𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑎𝑦𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑡𝑎 𝑑𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑜𝑟 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ ℎ𝑢𝑘𝑢𝑚. 𝐾𝑖𝑡𝑎 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑚𝑢𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑎𝑦𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑤𝑎 𝑗𝑒𝑗𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑑𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ, 𝑖𝑟𝑎𝑚𝑎 𝑘𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔, 𝑑𝑎𝑛 𝑝𝑜ℎ𝑜𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑚𝑏𝑢ℎ 𝑑𝑖𝑎𝑚-𝑑𝑖𝑎𝑚 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ 𝑢𝑡𝑢ℎ." Di Jakarta, satu dokumen ditandatangani. Disebut Izin Usaha Pertambangan. Di dalamnya, terlampir selembar peta dari kertas. Garis-garis digital. Titik koordinat. Warna-warna blok. Tapi peta itu, sesungguhnya tak pernah mengenal Halmahera. Ia hanya membayangkannya. Ia tak tahu letak pohon pala yang ditanam kakek, tak tahu suara udang yang berenang di Sungai Sangaji, tak tahu di mana rusa menyeberang saat musim datang. Ia tak kenal belantara, hanya batas wilayah. Ia tak paham kesunyian hutan, hanya bicara soal produksi. Henri Lefebvre, seorang filsuf dan penulis asal Prancis, pernah menulis bahwa rua...

Menuju Kota

Oleh:  Julhidayat Latawan Ilustrasi "Mereka yang berada di dalam mobil berpelat merah tidak akan merasakan apa yang dirasakan oleh pengendara roda dua saat berkendara menuju kota . " Jalan berdebu dan licin, di mana ketika hujan, debu berubah menjadi becek, dan saat panas, becek kembali menjadi debu. Pemandangan seperti ini sudah biasa saya saksikan. Hampir setiap hari berkendara menuju kota membuat saya merasa cemas, bukan karena lelah atau bosan, tetapi karena pemandangan yang kotor dan tidak beraturan. Jalan rusak yang diperbaiki oleh para pekerja pengaspal terlihat hanya mementingkan keuntungan besar tanpa memikirkan kenyamanan pengendara.  Misalnya, batas antara aspal lama dan yang baru terasa seperti menaiki polisi tidur. Setelah melewati batas aspal baru, terdapat lubang besar pada aspal lama dengan jarak sekitar dua meter. Dalam hati saya bertanya, mengapa ini tidak sekalian diperbaiki? Padahal jaraknya begitu dekat. Saya bergumam, "Oh, mungkin anggarannya hanya ...

Inspirasi Khomeini

Oleh:  Mohammad Haekal "Katakan kepada Gorbachev, saya ingin menunjukkan kepadanya suatu ufuk yang tak terbatas." Kami benar-benar tersesat. Hidup di zaman dipenuhi hasrat materi dan egoisme. Kami tak tahu apa tujuan hidup ini, apalagi bagaimana menjadi manusia sejati. Ekspansi budaya ekonomi Barat yang beralas kapitalisme merasuk hingga ke dalam rumah-rumah kami. Akibatnya, kami kehilangan tempat berpulang, kehilangan jati diri, kehilangan cinta, dan kasih sayang. Banyak keluarga kehilangan kehangatan rumah tangga karena tatanan sosial yang kian buruk. Tak ada sosok yang bisa dijadikan teladan dan panutan, sebab hampir semua orang hidup dalam kepalsuan dan hanya mementingkan kepentingan sendiri. Kita semua terjebak dalam kegelapan modernisme—dipaksa untuk saling memeras, saling menindas. Tak sedikit dari kita yang merasa bahwa mengakhiri hidup lebih baik daripada menjalaninya, karena kehidupan terasa begitu perih dan menyakitkan. Dunia tak benar-benar peduli pada kita. Hati ...

Azam dan Karang Harapan

Penulis: Iswandi Siawa Ilustrasi Azam dan Karang Harapan Tintakampung.info-  Sekolah deng tara sekolah sama saja cari makan. (Azam) Mabapura, seorang lelaki yang berusia anak padi, tumbuh di tengah kehidupan yang mencekam. Setelah berpindah dari negeri seberang [1] ke Mabapura, Azam hidup bersama dua pasangan suami istri [2] yang menjadikan Azam kokoh dan kuat menjalani hidup setiap harinya. Saat teman-temannya menyiapkan buku dan pena untuk meraih mimpi di bangku sekolah, lain hal dengan Azam yang harus menyiapkan mata kail serta alat mancing lainnya.  Kehidupan Azam begitu kompleks dengan lautan. Tempat ikan seputaran laut Mabapura hampir dikuasainya, bahkan waktu ikan datang dan pergi. Pagi, Azam telah bergegas ke ujung pelabuhan. Ia gantungkan harapan seorang diri di ujung mata kail setiap kali lemparan ke laut.   Ia seorang diri menyambut fajar dengan semangat keemasan yang menyelimuti pagi . Kesejukan laut Mabapura di pagi hari adalah ketenangan yang tiada tand...

Pesan Moral Puasa

Oleh:  M Said Marsaoly Ilustrasi Pesan Moral Puasa Setiap ibadah yang kita lakukan sebetulnya merupakan latihan untuk mendidik nilai moral tertentu. Baik ibadah puasa atau ibadah lainnya, di dalamnya terkandung pesan moral. Bahkan, begitu mulianya pesan moral ini, sampai Rasulullah Saw. menilai 'harga' suatu ibadah itu dari sejauh mana kita menjalankan pesan moralnya. Apabila ibadah itu tidak meningkatkan akhlak kita, Rasulullah menganggap bahwa ibadah itu tidak bermakna. Dengan kata lain, kita tidak melaksanakan pesan moral ibadah itu. Seseorang bisa saja melakukan ibadah puasa. Dia sanggup mematuhi seluruh ketentuan fiqih, tetapi dia sering tidak sanggup mewujudkan seluruh pesan moral ibadah puasa itu. Rasulullah bersabda: "Banyak sekali orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga." Sekali lagi, semua ajaran Islam mengandung pesan moral. Dan pesan moral itulah yang saya pikir dipandang sangat penting di dalam Islam. Mengapa Islam m...

Apa Pentingnya Menulis?

Penulis: Rahmat Marsaoly Ilustrasi Apa Pentingnya Menulis Tintakampung.info-  Refleksi ini ditulis di sebuah pagi, saat jalanan Malabar basah oleh rintik hujan, pada Januari 2016 di Kota Bogor. Bersama beberapa teman sekampung, kami mengikuti sebuah kelas menulis, dengan seorang penulis perempuan, Muntaza. Taza, begitu ia disapa. Di dalam ruangan itu, Taza memulai kelas menulisnya dengan sebuah pertanyaan: apakah menulis itu dan mengapa harus menulis? Awalnya, kami disuruh menjawab pertanyaan itu dengan menggambar dan kemudian menulis. Entah kami akan menjawabnya dengan menggambar apa, atau menulis dengan sepuas-puasnya, terserah, yang terpenting   gambaran maupun tulisan kita dapat menjawab pertanyaan di atas. Tulisan ini adalah jawaban saya atas pertanyaan tersebut.   Saya mulai penasaran terhadap menulis. Pertanyaan mengenai menulis muncul kait-berkait tiada henti hingga saat ini. Memang, menulis itu sendiri baru saja saya lakoni, baru memulainya. Saya baru belaja...

Maluku Utara: Antara Ambisi Pertumbuhan dan Keadilan Sosial

Penulis: M Said Marsaoly Ilustrasi Tinta Kampung.info-  Dengan berakhirnya pemilihan Gubernur Maluku Utara tahun 2024, babak baru bagi provinsi ini pun dimulai. Gubernur yang nanti dilantik setelah putusan Mahkama Konstitusi dihadapkan pada komitmen untuk membawa Maluku Utara menuju kemajuan, sekaligus tantangan besar yang harus diatasi. Di tengah pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, terdapat masalah ketimpangan dan keberlanjutan yang mendesak untuk ditangani. Maluku Utara telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang spektakuler pada tahun 2023 dengan angka PDRB mencapai 23,89 persen, jauh melampaui rata-rata nasional. Namun, di balik angka gemilang ini, terdapat ketimpangan yang semakin tajam. Dominasi sektor tambang dan pengolahan nikel tidak hanya menciptakan jurang ekonomi tetapi juga meninggalkan jejak sosial dan lingkungan yang sulit diabaikan. Meski pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara tetap kuat pada kisaran 16-20 persen di tahun ini, data menunjukkan kesejahteraan masyarakat ...

Putusnya Mata-rantai Pengetahuan Kampung

Oleh: Rahmat Marsaoly Ilustrasi Gambar Sumber: google, protesters ... Papa, k alo  torang   mo  tebang  pohon sagu untuk bikin sagu tumang ,  usia pohon  sagu  harus  berapa tahun?  Tanya  bagitu   n goni   mo  bikin sagu  kong ?   Dia p usia kurang  lebe  13-14 tahun baru bisa bikin.  Ngoni anak-anak sekarang  so  tra  poha  bikin ... Tintakampung.info- Kalimat itu adalah potongan percakapan saya dengan bapak saya. Jawabannya adalah sindiran yang lembut, tapi sarat makna. Ia menyingkap kenyataan menyedihkan yang sedang kita hadapi hari ini. Generasi kami—anak-anak kampung yang hidup di zaman ini—tak lagi akrab dengan pengetahuan dasar yang dulu menjadi warisan dan kebanggaan leluhur. Saya sendiri, dan barangkali banyak teman seangkatan, bahkan tak tahu pada usia berapa pohon sagu bisa dipanen. Pengetahuan itu, yang dulu tertanam kuat dalam hidup sehari-hari orang kampung, kin...