Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label BOBANE

Menyusuri Air Romonli Tercemar Tanah Merah

Oleh: R. Marsaoly Foto: dokumentasi saat perjalanan Di balik keindahan lembah gunung yang membentang di belakang Kampung Mabapura, Kabupaten Halmahera Timur, kini mengalir kegelisahan. Air Romonli, sungai yang selama bertahun-tahun menjadi sumber air bersih masyarakat Desa Soa Sangaji dan Soa Laipoh, mendadak berubah warna. Air yang biasanya jernih kini keruh, bercampur lumpur merah pekat. Kondisi ini bukan akibat musim hujan biasa. Warga menduga ada sesuatu yang salah. Dan kekhawatiran itu mendorong kami untuk melakukan penelusuran langsung ke sumber air. Pagi itu, pukul 09.05 WIT, kami (saya, Acu dan Ical) memulai perjalanan dari kebun milik salah satu warga, Om Djurubasa. Dengan hanya membawa sebotol air minum seadanya dan beberapa bungkus rokok, kami mengikuti jalur pipa air yang menuju bak penampung Air Romonli, sekitar 4-5 kilometer dari kampung. Setibanya di bak penampungan, pemandangan yang kami temukan sungguh mencengangkan: endapan lumpur merah telah memenuhi bak air , ...

Belantara Sangaji

Oleh: M Said Marsaoly Ada pohon pala di sana. Ratusan hektar. Ada gaharu yang harum diam-diam, tumbuh tanpa gembar-gembor di tubuh belantara. Di antara batang-batang yang diam itu, juga ada tulang-belulang yang tidak bersuara. Tulang manusia, situs sejarah. Barangkali se orang tetua yang tak dikenal namanya, tapi barangkali menyimpan kisah yang bisa menjelaskan siapa kita. Namun pohon, tulang, dan aroma sunyi itu tidak masuk dalam peta. Tidak di atas meja para perencana pembangunan. Yang dipetakan adalah nikel, dan logam-logam lainnya yang bercahaya dalam laporan investasi. Kali Sangaji telah keruh. Ia mengalir, tapi tidak lagi membawa kehidupan. Di hulunya, mesin-mesin menggali bumi seperti mencabut urat nadi. Di tepinya, rakyat hanya bisa berdiri: kadang mematung, kadang menjerit, tapi tak terdengar. Di sana, ada nama-nama besar: PT. Position, Weda Bay Nickel, PT. WKM, dan lainnya. Nama-nama yang tidak dikenal anak-anak sekolah dasar, tapi menguasai halaman depan hidup mereka. Ketika...

Peta yang Menyesatkan

Oleh: M Said Marsaoly "πΎπ‘–π‘‘π‘Ž β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘  π‘π‘’π‘Ÿβ„Žπ‘’π‘›π‘‘π‘– π‘π‘’π‘Ÿπ‘π‘Žπ‘¦π‘Ž π‘π‘Žβ„Žπ‘€π‘Ž π‘π‘’π‘‘π‘Ž 𝑑𝑖 π‘‘π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘–π‘›π‘£π‘’π‘ π‘‘π‘œπ‘Ÿ π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž β„Žπ‘’π‘˜π‘’π‘š. πΎπ‘–π‘‘π‘Ž β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘  π‘šπ‘’π‘™π‘Žπ‘– π‘π‘’π‘Ÿπ‘π‘Žπ‘¦π‘Ž π‘π‘Žβ„Žπ‘€π‘Ž π‘—π‘’π‘—π‘Žπ‘˜ π‘˜π‘Žπ‘˜π‘– 𝑑𝑖 π‘‘π‘Žπ‘›π‘Žβ„Ž, π‘–π‘Ÿπ‘Žπ‘šπ‘Ž π‘˜π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘›π‘”, π‘‘π‘Žπ‘› π‘π‘œβ„Žπ‘œπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘’π‘šπ‘π‘’β„Ž π‘‘π‘–π‘Žπ‘š-π‘‘π‘–π‘Žπ‘š π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘™π‘Žβ„Ž π‘˜π‘’π‘π‘’π‘›π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘™π‘’π‘π‘–β„Ž π‘’π‘‘π‘’β„Ž." Di Jakarta, satu dokumen ditandatangani. Disebut Izin Usaha Pertambangan. Di dalamnya, terlampir selembar peta dari kertas. Garis-garis digital. Titik koordinat. Warna-warna blok. Tapi peta itu, sesungguhnya tak pernah mengenal Halmahera. Ia hanya membayangkannya. Ia tak tahu letak pohon pala yang ditanam kakek, tak tahu suara udang yang berenang di Sungai Sangaji, tak tahu di mana rusa menyeberang saat musim datang. Ia tak kenal belantara, hanya batas wilayah. Ia tak paham kesunyian hutan, hanya bicara soal produksi. Henri Lefebvre, seorang filsuf dan penulis asal Prancis, pernah menulis bahwa rua...

Menuju Kota

Oleh:  Julhidayat Latawan Ilustrasi "Mereka yang berada di dalam mobil berpelat merah tidak akan merasakan apa yang dirasakan oleh pengendara roda dua saat berkendara menuju kota . " Jalan berdebu dan licin, di mana ketika hujan, debu berubah menjadi becek, dan saat panas, becek kembali menjadi debu. Pemandangan seperti ini sudah biasa saya saksikan. Hampir setiap hari berkendara menuju kota membuat saya merasa cemas, bukan karena lelah atau bosan, tetapi karena pemandangan yang kotor dan tidak beraturan. Jalan rusak yang diperbaiki oleh para pekerja pengaspal terlihat hanya mementingkan keuntungan besar tanpa memikirkan kenyamanan pengendara.  Misalnya, batas antara aspal lama dan yang baru terasa seperti menaiki polisi tidur. Setelah melewati batas aspal baru, terdapat lubang besar pada aspal lama dengan jarak sekitar dua meter. Dalam hati saya bertanya, mengapa ini tidak sekalian diperbaiki? Padahal jaraknya begitu dekat. Saya bergumam, "Oh, mungkin anggarannya hanya ...

Hidup Mati Tanah Air

Oleh: M Said Marsaoly Gambar ilustrasi Hidup Mati Tanah Air JUMAT, tengah hari tua. Panas sekali. Sebuah mobil terlempar ke dalam barangka[1]. Warga kampung menyemut, beberapa pemuda menuruni barangka mengeluarkan empat orang yang terbujur kaku, bersimbah darah di dalam mobil. Warga hanya mengenal Sativa dan Surdi. Sementara, dua orang lagi tak dikenali. Orang seperti tak percaya. Tadi malam Sativa masih memimpin musyawarah kampung. Pagi tadi Surdi masih mandi di sungai. Orang bertanya-tanya sebab kecelakaan maut itu. Tanda tanya memenuhi kepala setiap orang. Kabar kematian Sativa sampai juga ke telinga Chagarange, pemuda kampung yang sehari-hari hanya bergumul dengan kebun. “Chagarange, di bawah, orang kampung gempar, Sativa dan tiga orang temannya kecelakaan. Mati di barangka.” kata Om Kilam datar. “Masa?” Chagarange seperti tak percaya. “Aku baru dari bawah” Tukas Om Kilam. Chagarange terdiam.   “Tadi pagi jam sembilan Sativa ke sini lagi.” Suara Chagarange berat, parau....

Kejenuhan Pengetahuan sebuah Refleksi

Oleh: Ahlan Maneke Ilustrasi  “Kehidupan yang begitu-begitu saja, berjalan datar, kering, hampa, sampai pada kejenuhan (bosan). Duduk bersama berbagi pengetahuan bukan  lagi hal yang istimewa. Tidak lagi si-istimewa ketika  anda berada di dunia kampus untuk berdikusi berbagai pengetahuan. Apalagi dengan kemajuan dan kecanggihan teknologi saat ini. Orang-orang lebih percaya diri untuk mengetahui segala hal lewat media online  atau google. Lebih hebatnya AI/Meta,  mampu menjawab semua pertanyaan yang ingin kita ketahui. Orang merasa malas untuk berinteraksi secara langsung. AI/Meta seperti   mengambil alih ruang diskusi antar-sesama. Kebanyakan orang  merasa, sudah pada posisi 'zona nyaman' mereka masing-masing. Tidak perlu ada ini dan itu lagi.” Suatu waktu saya dan beberapa teman bercerita santai. Merefleksi kembali tentang kampung. Banyak cerita yang muncul begitu saja. Mengalir. Jika cerita-cerita ini tidak ditulis, bisa jadi habis di situ saja. Sepe...

Kehilangan Kampung

  Oleh : Rahmat Marsaoly Ilustrasi Cerpen. Oleh Canva AI Dalam kampung yang tak lagi hidup. Setiap hari, ia hanya bisa berkata dalam hati:   “Kami telah kehilangan kampung.” Ibunya berdiri menunggu di depan rumah. Punggungnya membungkuk sedikit, menahan beban saloi di punggung. Lama ia menunggu. Karena berat, saloi itu ia turunkan perlahan ke bangku kayu di teras. Satu per satu ia keluarkan isinya: gumala, nilon, air dalam gelong lima liter, dua parang, dan sebuah kuda-kuda kecil. “Mon… Bamoon, ayo, Nak… kau lama sekali,” serunya. “Sebentar, Bu. Aku masih terima telepon dari teman kuliah di Jakarta,” sahut Mon dari dalam kamar. “Sabar terus… ah, kau ini. Nanti matahari makin panas, angin kancang, laut gelombang,” keluh ibunya dalam nada Halmahera yang pekat. Sambil berkata, ia mengupas kulit pinang dengan pisau kecil. Pintu kamar diseret. Suaranya kasar. Mon muncul dengan wajah malas, melangkah ke depan. Ibunya menatap heran. “Hei, Mon… kita mau mancing di laut, bukan ke konda...