Langsung ke konten utama

Halmahera Korban Nikel Kapitalis

 Oleh: Smengit Koropon

Ilustrasi: halmahera dalam cengkraman kapitalis babi

      Kerusakan alam yang terjadi di Halmahera hari ini sungguh sangat keterlaluan. Sebuah pulau dengan luas 17.780 km² di jarah dengan begitu brutalnya. Program pemerintah  atas nama hilirisasi dalam hal ini, telah mempercepat proses pembongkaran daratan Halmahera, secara habis-habisan, atas nama pertumbuhan ekonomi kelas penguasa ini mengorbankan alam di Halmahera demi cipratan profit kapitalis. Betapa bengisnya kelas penguasa kita hari ini.
 
Bahkan dalam laporan Jatam tercatat sekitar 127 ijin usaha pertambangan (IUP) seluas 655.581,43 H. dan 12 titik smelter di maluku utara. Bahkan 62 IUP di antaranya tambang nikel seluas 239.737,35 H. yang tersebar di Halmahera Timur, Halmahera Tengah, dan Halmahera Selatan. Kita menyaksikan ijin usaha pertambangan yang di lepaskan di halmahera, guna mengeruk habis sumberdaya alam tidaklah main-main. Bahkan sering kali berkonflik dengan masyarakat di sentra-sentra pertambangan nikel dan memenjarakan masyarakat adat yang melawan kesewenang-wenangan perusahan tambang yang merusak hutan adat.
 
Pertumbuhan ekonomi maluku utara juga terbilang cukup tinggi yang di dongkrak oleh investasi pertambangan nikel dan menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia. berkisar 34,6% pada kuartal pertama 2025 ini adalah pertumbuhan yang sangat tinggi, namun seribu satu sayang, pertumbuhan ini berbanding terbalik dengan realitas kehidupan yang di rasakan masyarakat maluku utara. Semua kekayaan alam maluku utara di boyong keluar dan sebagiannya masuk dalam kantong pejabat berperut buncit.
 
Demi memuaskan nafsu kapitalis tambang, rakyat di pesisir Halmahera harus membayar dengan sangat mahal atas apa yang dibuat oleh pemerintah Indonesia.  Pemerintah kita hanya mengincar keperawanan hutan Halmahera yang kaya akan sumberdaya yang berlimpah, demi profit semata yang di nikmati segelintir elit politik dan kapitalis tambang. Sementara kelas pekerja dan masyarakat adat di Halmahera di biarkan di hantam penderitaan yang begitu bengisnya, secara silih berganti. Lingkungan yang rusak, krisis kesehatan yang menghantui masyarakat Halmahera setiap harinya. Udara yang tercemar, Kecelakaan kerja, upah murah, penyingkiran masyarakat adat, dll. inilah penindasan tripel kill yang di desain oleh pemerintah kita demi memuaskan para kapitalis dan elit bermulut manis.
 
Bahkan 11 masyarakat adat yang di tangkap karena membela ruang hidupnya di jebloskan kedalam penjara untuk memperlicin jalannya investasi. Gubernur kita yang cantik Sherly menyatakan “sebagai pemerintah kita perlu menjaga iklim investasi tetap baik” dan ia melanjutkan biarlah 11 masyarakat adat di serahkan ke pihak penegak hukum. inilah potret kebusukan pemerintahan kita yang telah kawin silang dengan kapitalis tambang untuk kepentingan sempit mereka.
 
Kini halmahera sedang dan akan menjadi agenda penghancuran, tidak ada alasan untuk meringkuk, saatnya Angkatan muda yang sadar kelas Bersatu dengan masyarakat adat dan kaum buruh untuk mengakhiri penjarahan atas nama profit. Akhiri eksploitasi, jadikan Halmahera yang hijau lagi. Tendang semua politisi yang busuk dan munafik keluar dari kursi mereka. Ekspropriasi semua kekayaan pejabat untuk rakyat. Demi distribusi kekayaan yang merata dan berkeadilan. Tidak ada jalan lain melainkan kekuatan aksi massa dari rakyat Maluku Utara. Akhiri kesewenang-wenangan penguasa. Kita harus keras kepala.

Postingan populer dari blog ini

Kehilangan Kampung

  Oleh : Rahmat Marsaoly Ilustrasi Cerpen. Oleh Canva AI Dalam kampung yang tak lagi hidup. Setiap hari, ia hanya bisa berkata dalam hati:   “Kami telah kehilangan kampung.” Ibunya berdiri menunggu di depan rumah. Punggungnya membungkuk sedikit, menahan beban saloi di punggung. Lama ia menunggu. Karena berat, saloi itu ia turunkan perlahan ke bangku kayu di teras. Satu per satu ia keluarkan isinya: gumala, nilon, air dalam gelong lima liter, dua parang, dan sebuah kuda-kuda kecil. “Mon… Bamoon, ayo, Nak… kau lama sekali,” serunya. “Sebentar, Bu. Aku masih terima telepon dari teman kuliah di Jakarta,” sahut Mon dari dalam kamar. “Sabar terus… ah, kau ini. Nanti matahari makin panas, angin kancang, laut gelombang,” keluh ibunya dalam nada Halmahera yang pekat. Sambil berkata, ia mengupas kulit pinang dengan pisau kecil. Pintu kamar diseret. Suaranya kasar. Mon muncul dengan wajah malas, melangkah ke depan. Ibunya menatap heran. “Hei, Mon… kita mau mancing di laut, bukan ke konda...

Putusnya Mata-rantai Pengetahuan Kampung

Oleh: Rahmat Marsaoly Ilustrasi Gambar Sumber: google, protesters ... Papa, k alo  torang   mo  tebang  pohon sagu untuk bikin sagu tumang ,  usia pohon  sagu  harus  berapa tahun?  Tanya  bagitu   n goni   mo  bikin sagu  kong ?   Dia p usia kurang  lebe  13-14 tahun baru bisa bikin.  Ngoni anak-anak sekarang  so  tra  poha  bikin ... Tintakampung.info- Kalimat itu adalah potongan percakapan saya dengan bapak saya. Jawabannya adalah sindiran yang lembut, tapi sarat makna. Ia menyingkap kenyataan menyedihkan yang sedang kita hadapi hari ini. Generasi kami—anak-anak kampung yang hidup di zaman ini—tak lagi akrab dengan pengetahuan dasar yang dulu menjadi warisan dan kebanggaan leluhur. Saya sendiri, dan barangkali banyak teman seangkatan, bahkan tak tahu pada usia berapa pohon sagu bisa dipanen. Pengetahuan itu, yang dulu tertanam kuat dalam hidup sehari-hari orang kampung, kin...

Azam dan Karang Harapan

Penulis: Iswandi Siawa Ilustrasi Azam dan Karang Harapan Tintakampung.info-  Sekolah deng tara sekolah sama saja cari makan. (Azam) Mabapura, seorang lelaki yang berusia anak padi, tumbuh di tengah kehidupan yang mencekam. Setelah berpindah dari negeri seberang [1] ke Mabapura, Azam hidup bersama dua pasangan suami istri [2] yang menjadikan Azam kokoh dan kuat menjalani hidup setiap harinya. Saat teman-temannya menyiapkan buku dan pena untuk meraih mimpi di bangku sekolah, lain hal dengan Azam yang harus menyiapkan mata kail serta alat mancing lainnya.  Kehidupan Azam begitu kompleks dengan lautan. Tempat ikan seputaran laut Mabapura hampir dikuasainya, bahkan waktu ikan datang dan pergi. Pagi, Azam telah bergegas ke ujung pelabuhan. Ia gantungkan harapan seorang diri di ujung mata kail setiap kali lemparan ke laut.   Ia seorang diri menyambut fajar dengan semangat keemasan yang menyelimuti pagi . Kesejukan laut Mabapura di pagi hari adalah ketenangan yang tiada tand...